Sedekah Si Kaya Semangat Si Miskin

Ironis terkadang, saat kita bisa tidur nyenyak di atas kasur empuk. Perut dipenuhi dengan berbagai jenis masakan lezat. Sedang, tak jauh dari rumah kita, seorang ibu tengah sibuk menidurkan anaknya yang menangis kelaparan. Suaminya tak kunjung pulang karena masih berkeliling menjajakan dangannya yang masih utuh belum laku satupun.

Malu diri kita bila membaca kembali kisah Khalifah Umar bin Khattab yang berkeliliing di malam hari. Memeriksa keadaan warganya satu persatu. Ternyata, ada satu rumah yang masih tampak kehidupan di dalamnya. Beberapa orang anak merengek- rengek kelaparan sedang ibunya sibuk mengaduk batu untuk mengelabuhi anak-anaknya, berharap mereka tenang dan tertidur meski dalam keadaan lapar. Terkejut bukan kepalang Umar melihat kondisi tersebut. Segera dia menuju Baitul Maal mengambil sekarung gandum. Dipikulnya sendiri karung tersebut. Satu hal yang berputar di kepalanya jangan sampai dia menzalimi rakyat negara yang di amanahkan kepadanya. Jangan sampai ada rakyatnya yang tidur dalam keadaan lapar sedangkan dia sendiri terpenuhi kebutuhannya.

Hal seperti ini pada zaman sekarang seakan sudah luput dari perhatian kita. Sikap peduli sesama. Hubungan yang harmonis antara si kaya dan si miskin. Semua hilang digantikan dengan keegoisan masing- masing. Prasangka- prasangka buruk telah menghiasi keseharian kita.

Si kaya membuang muka pada si miskin. Mengangapnya tak mau berusaha.Karenanya si miskin terkadang menjadi aproiri kepada orang kaya. Dia menolak dan merasa harga dirinya terinjak- injak bila harus menghadapi si kaya untuk meminjam sepeser uang guna memenuhi kebutuhan mereka yang mendesak. Tercipatalah anggapan lebih baik meregang nyawa kelaparan daripada harus menginjakkan kaki kerumah si kaya.

Atau fenomena lainnya, si miskin tak mau lagi berusaha dan memelas- melaskan dirinya agar dikasihani. Si kaya yang baik hati dan ikhlas membantu di manfaatkan, bahkan ada pihak- pihak yang menipunya di karenakan kebaikannya. Walhasil, bisa jadi kebaikan yang ada tadi berganti dengan rasa dengki. Kecewa karena i’tikad baiknya dimanfaatkan secara keliru.

Melihat beberapa kejadian diatas yang mungkin pernah kita alami, hati kita menjadi sangsi. Tak salah bila pemerintah pada bulan januari kemarin mengeluarkan peraturan yang akan menindak pengemis dan juga orang yang memberinya uang. ”Apa yang salah dengan syariat sedekah ?”,pertanyaan itu seakan menggantung di benak kita.

Yang salah bukan syariatnya. Tetapi subjek maupun objek yang melakukannya yang tidak memahami spirit sedekah dengan benar. Lihatlah betapa Rasulullah mengharagai orang- orang yang bersedekah. Begitu banyak nash- nash motivator untuk bersedekah. Dengan harapan orang- orang menjadi giat bersedekah. Sedekah menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian mereka. Sebagaimana Abu Bakar yang mensedekahkan semua hartanya tanpa menyisakan sedikitpun, “Cukup Allah dan Rasul-Nya bagi keluargaku” demikian ujarnya ketika Rasulullah menanyakan perihal keluarganya. Sehingga orang yang keadaan ekonominya pas- pasan pun termotivasi untuk mesedekahan hartanya walaupun sedikit. Orang miskin berlomba- lomba dengan giat berusaha agar bisa mensisihkan hartanya untuk di sedekahkan. Begitu mulianya orang yang bersedekah.

Dalam lingkup suatu masyrakat, sebenarnya sedekah itu sendiri bisa menjadi program penstabilan kondisi ekonomi suatu masyarakat. Kesejahteraan sosial yang merata bisa terwujud bila program sedekah ini menjadi agenda yang tidak lepas dari keseharian setiap orang. Tidak ada lagi berita yang mengabarkan seorang nenek tua mati kelaparan di gubuknya, padahal tak jauh dari gubuknya sebuah perumahan mewah berdiri menjulang. Tidak ada lagi kisah tentang bayi yang dibuang orang tuanya di tempat pembuangan sampah, karena merasa tak sanggup lagi membiayai hidup. Yang kaya peduli dengan si miskin. Yang miskin merasa di perhatikan dan menghormati si kaya.

Sedekah memang ajaib. Sedekah memiliki berbagai macam faedah yang kadang tidak terpikirkan oleh kita. Jadi salah bila masih ada orang-orang yang berfikiran seperti di atas. Si kaya harus melapangkan hati untuk ikhlaskan sedikit hartanya disisihkan. Si miskin harus mawas diri dan berusaha supaya kelak dia menjadi si “tangan di atas”. Sedekah dengan spirit yang tepat menjadi solusi dari itu semua. Menghacurkan benteng yang memisahkan antara 2 golongan. Melembutkan hati si kaya dan menghilangkan prasangka si miskin. Mempebaiki kesenjangan sosial yang ada.

0 komentar:

Posting Komentar