Uzlah.. Jalan Terakhir

Seorang sahabat Rasulullah bernama Abu Bakrah menceritakan bahwa Rasulullah pernah bersabda dalam hadits panjang yang diriwayatkan oleh Muslim,

Sungguh, akan datang banyak fitnah. Ketahuailah, kemudian (setelah itu) akan datang sebuah fitnah. Orang yang duduk (membiarkan) ketika itu lebih baik daripada orang yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik dari orang yang berlari. Ketahuilah, jika fitnah (itu) sudah turun atau terjadi, maka bagi yang memiliki unta, hendaklah ia menggembalakan untanya. Dan bagi yang memiliki kambing, hendaklahia menggembalakan kambingnya. Dan bagi yang memiliki tanah, hendaklah ia menggarap tanahnya.”

Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan orang yang tidak memiliki unta, kambing, maupun tanah ?”. Beliau menjawab, “Dia pergi mencari pedangnya lalu memukul bagian tajamnya dengan batu, kemudian hendaklah ia pergi menyelamatkan diri –bila ia mampu untuk menyelamatkan diri. Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan kepada mereka? Ya Allah bukankah aku telah menyampaikan kepada mereka?”

Seseorang bertanya kembali, “Wahai Rasulullah, bagaimana andai aku dipaksa oleh mereka hingga membawaku pergi dan masuk kedalam salah satu kelompok diantara mereka. Lalu aku dibunuh oleh pedang mereka atau oleh anak panah mereka ?” Maka Rasul menjawab,

“Dialah yang akan memikul dosanya dan juga dosamu dan dia yang akan menjadi penghuni neraka.”

Ikhwati fillah..

Melalui hadits di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Uzlah merupakan salah satu bagian daripada sempurnanya syariat ini. Sempurnanya syariat bisa dilihat dengan jelasnya pedoman dalam berbagai keadaan. Apakah berperang atau berdamai. Berhijrah atau menetap. Individu atau beramai- ramai. Beruzlah atau berbaur dengan masyarakat.

Ikhwati fillah..

Rasulullah junjungan kita telah memberi rambu- rambu kapankah seharusnya kita melakukan uzlah. Uzlah bisa menjadi mubah, sunah, wajib, bahkan haram.”Kesemua ini ditimbang berdasar kemampuan pelakunya dan maslahah yang ditimbulkan.” Sebagaimana disampaikan Dr. Salman Al-Audah dalam bukunya.

Melalui nash yang ada, paling tidak Rasulullah telah memperingatkan kita untuk beruzlah ketika muncul 3 perkara ini :

Pertama : Ketika zaman telah rusak. Dimana kemaksiatan merajalela. Amalan shalih menjadi begitu asing. Setiap manusia hampir terbawa dalam arus kejelekan. Maka saat itulah uzlah disyariatkan.

Kedua : Ketika fitnah telah muncul. Fitnah disini yang dimaksud adalah sebagaimana perkataan Al- Hafidz Ibnu Hajar, “Fitnah adalah sesuatu yang muncul akibat perpecahan demi memperebutkan kekuasaan dimana tidak diketahui orang yang benar dan yang tidak benar.” Pengibaratan lain oleh para ulama’ yaitu ibarat sebuah kafilah yang ditimpa badai di tengah padang pasir. Yang satu menyeru ke kanan. Yang lain menyeru ke kiri. Disaat itulah golongan yang diam beruzlah menanti berhentinya badailah yang selamat.

Ketiga : Beruzlah dari kejamnya penguasa. Dalam perkara ini Al- Hafidz Ibnu Hajar berpesan kepada kita, “Tidak berangkat berperang dengan mereka. Dan kabur dari fitnah mereka dengan membawa dien kalian masing- masing.”

Beruzlahlah untuk menyelamatkan agamamu..

Ikhwati fillah..

Mungkin muncul dalam benak kita, apakah kita akan meninggalkan dakwah ?, apakah kita akan tinggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar ?, apa kita akan biarkan manusia tenggelam dalam fitnah tanpa ada yang memperingatkan ?.

Dalam hal ini setiap orang memiliki bagian masing- masing. Ada diantara mereka yang diharuskan untuk beruzlah kulli (sepenuhnya) tanpa harus memperdulikan nasib yang lain. Sebab, ditakutkan dengan berkumpulnya dia bersama manusia dia akan terwarnai oleh kerusakan mereka. Sebagaimana sabda Rasulullah `,

“Ketahuilah, jika fitnah (itu) sudah turun atau terjadi, maka bagi yang memiliki unta, hendaklah ia menggembalakan untanya. Dan bagi yang memiliki kambing, hendaklahia menggembalakan kambingnya. Dan bagi yang memiliki tanah, hendaklah ia menggarap tanahnya.”

Akan tetapi ada pula sebagian manusia yang disyariatkan atasnya untuk beruzlah juz’i (sebagian), degan tetap berbaur dengan umumnya manusia, Uzlah mereka dengan menghindari kerusakan yang terjadi meski secara fisik mereka senantiasa bersinggungan dengan mereka. Merekalah yang memiliki kekuatan dan keteguhan iman. Dan golongan ini hanya sedikit pada masa itu. Abdullah bin Mas’ud z berkata, “Berbaurlah dengan manusia dan pisahkan diri kalian dari mereka, berjabat taganlah tapi jangan lukai agama kalian.” Dia tetap berbaur dengan manusia tanpa ikut dalam hiruk pikuk fitnah yang muncul.

Ikhwati fillah..

Lalu, bagaimana dengan kita sekarang ? bagaimanakah posisi kita terhadap syari’at ini. Melihat kerusakan zaman yang semakin menjadi- jadi haruskah kita beruzlah ?.

Ikhwati fillah..

Pada masa ini uzlah yang kita lakukan adalah uzlah juz’i. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Abu Sulaiman Al-Khatthabi : “Uzlah yang kami maksud bukanlah uzlah dalam bentuk menjauhi manusia sehingga tidak mau shalat jama’ah dan shalat jum’at bersama mereka. Atau sampai meninggalkan hak- hak mereka dalam ibadah dan tidak mau menyebarkan dan menjawab salam, serta melepas tugas, tanggung jawab, dan kebiasaan- kebiasaan baik di antara mereka, sungguh itu semua tetap dijalankan selama terpenuhi syarat- syarat dan berjalan di atas relnya, dan selama tidak ada penghalang serta uzur untuk melakukannya. Akan tetapi uzlah yang kami maksud adalah pergaulan yang tidak melebihi batas dan tidak berlebih- lebihan serta membatasi dari perkara- perkara yang tidak mendatangkan faedah.”

Semoga Allah senantiasa memberi keteguhan pada kita dalam berjuang. Bertahan dari terpaan gelombang kerusakan. Mewarnai dan tidak terwarnai. Atau minimal kita tetap bisa menjaga dien kita sendiri.