Kematian.. Kematian..

Mencoba mengais sedikit memori yang telah pecah berkeping. Ketika beberapa waktu yang lalu dirinya berkunjung ke papan tempat tinggalku. Seperti biasa, kelakarnya yang tak jua berubah, masih sama seperti tahun-tahun yang lalu.

Kedatangannya yang tidak terduga, “Hanya mampir selepas pejalanan ke desa seberang” demikian ujarnya. Kami yang mulanya tidak begitu akrab tiba-tiba berubah “pyuur” seakrab veteran perang yang berpuluh-puluh tahun berjuang bersama, lalu berjumpa kembali beberapa kurun setelahnya.

Yah, akhir hari itu aku tidak bisa memenuhi permintaanya. Mengantarnya ke pasar sandang, guna membeli secarik-dua carik kain. Aku meninggalkannya sambil berpesan, selamat jalan sahabat.. sodara.

Kemarin malam. Jum’at malam sabtu tepatnya. Dan sekarang hari ahad dini hari. Saat ku terjaga tiba-tiba. Melihat kolom chat yang saling berebutan tanpa ada tanggapan dari tuannya. Ah, tiba-tiba perasaanku menjadi kurang nyaman melihat kolom itu satu-persatu. Malam yang biasa-biasa saja, ternyata harus berakhir dengan sedikit perih terluka. Yah, memang ajal adalah sebaik-baik pengingat.

Dia, seorang pengajar di pondok pesantren sederhana. Meski tidak luput dari salah dan cela. Tapi Allah telah memilihnya. Mengakhiri kisah hidupnya dengan kondisi yang mulia.

Sedikit aku berkata-kata.. merangakai beberapa aksara.. mengingatkan diri kembali dengan maut yang datang tiba-tiba.. kemarin masih bersua dengan senyum khasnya.. malam ini tak terduga telah kembali ke haribaanNYA.. ah, sahabat.. sodara.. semoga ku bisa tetap istiqomah sepertinya..

Memoar untuk Fujail Robbani.. semoga Allah merahmatinya.. bersua berpisah merupakan kodrat yang selayaknya menjadi peringatan bagi kita, karena hidup tidaklah selamanya

0 komentar:

Posting Komentar